JAKARTA, – Mutu dan profesionalitas guru masih
menjadi tantangan utama pendidikan nasional. Sertifikasi dan peningkatan
kesejahteraan guru belum meningkatkan mutu dan profesionalitas
mereka.
Demikian diungkapkan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma
di Jakarta, Senin (30/1/2012), terkait Rakernas IGI yang digelar Sabtu
(28/1/2012) lalu. Ia mengatakan, ada banyak kendala menyebabkan
peningkatan mutu dan profesionalitas ini tidak juga berhasil dicapai.
Salah satunya adalah rendahnya motivasi belajar para guru.
"Guru tidak memiliki motivasi belajar. Seolah-olah, guru itu bertugas mengajari siswa dan melupakan belajar untuk meningkatkan kompetensi dirinya," tutur Satria.
Padahal, sambungnya, kalau berani mengajar, maka guru harus berani belajar. Melemahnya motivasi belajar ini berimplikasi pada apatisme dalam pembelajaran. Hal ini dipicu oleh sistem pembelajaran yang berpusat pada ancaman kelulusan, melalui ujian nasional (UN).
"UN melemahkan sistem pembelajaran bermutu. Guru jadi malas berinovasi dan kreatif," katanya.
Untuk itu, lanjut Satria, peran IGI saat ini difokuskan pada upaya peningkatan mutu dan profesionalitas guru. Pihaknya akan terus membantu pemerintah meningkatkan kualitas guru dengan berbagai seminar dan pelatihan guna mengejar ketertinggalan itu.
"Tanpa guru yang bermutu, sulit mengharapkan pendidikan berkualitas," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Satria menegaskan upaya peningkatan profesionalitas guru jangan diganggu oleh kegiatan politik praktis. Di banyak daerah guru menjadi korban pertarungan politik dalam pilkada. Mutasi dan demosi dilakukan bila guru tidak mendukung salah satu kandidat. Ini menciderai profesionalittas guru.
Sudah saatnya, kata dia, guru betul-betul mencari cara dan terobosan baru untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerah masing-masing. (Yudi Wahyudi, S.Pd.I)
kompas-edu
UN melemahkan sistem pembelajaran bermutu. Guru jadi malas berinovasi dan kreatif.
– Satria Dharma
"Guru tidak memiliki motivasi belajar. Seolah-olah, guru itu bertugas mengajari siswa dan melupakan belajar untuk meningkatkan kompetensi dirinya," tutur Satria.
Padahal, sambungnya, kalau berani mengajar, maka guru harus berani belajar. Melemahnya motivasi belajar ini berimplikasi pada apatisme dalam pembelajaran. Hal ini dipicu oleh sistem pembelajaran yang berpusat pada ancaman kelulusan, melalui ujian nasional (UN).
"UN melemahkan sistem pembelajaran bermutu. Guru jadi malas berinovasi dan kreatif," katanya.
Untuk itu, lanjut Satria, peran IGI saat ini difokuskan pada upaya peningkatan mutu dan profesionalitas guru. Pihaknya akan terus membantu pemerintah meningkatkan kualitas guru dengan berbagai seminar dan pelatihan guna mengejar ketertinggalan itu.
"Tanpa guru yang bermutu, sulit mengharapkan pendidikan berkualitas," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Satria menegaskan upaya peningkatan profesionalitas guru jangan diganggu oleh kegiatan politik praktis. Di banyak daerah guru menjadi korban pertarungan politik dalam pilkada. Mutasi dan demosi dilakukan bila guru tidak mendukung salah satu kandidat. Ini menciderai profesionalittas guru.
Sudah saatnya, kata dia, guru betul-betul mencari cara dan terobosan baru untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerah masing-masing. (Yudi Wahyudi, S.Pd.I)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar